Sunday 30 October 2011

Biarkan saya bermain dengan anak-anak itu...




Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya lempar, tolong dijawab dengan jujur di dalam hati. Anda punya adik, keponakan, sepupu, tetangga atau bahkan mungkin putra dan putri yang saat ini duduk di bangku sekolah dasar kelas rendah? Menurut anda, selain coklat, es krim dan permen, apalagi yang bisa membuat mereka gembira? Iya, jawabannya tidak lain adalah "bermain". Tidak bisa dipungkiri anak-anak memang sedang dalam perkembangan usia dimana proses sosialisasi yang paling gampang bagi mereka adalah terjadi di antara teman sebaya. Dan saat anak berusia 7, 8 atau 9 tahun itu berkumpul, kemungkinan terbesar yang mereka lakukan adalah "bermain".

Hal inilah yang selalu saya coba untuk pahami dan pelajari selama menjadi seorang guru sekolah dasar. Anak didik saya bukanlah robot yang akan tanpa protes melakukan setiap tugas yang diberikan.  Pun tidak semua dari mereka menyukai mata pelajaran yang saya ajarkan, Bahasa Inggris. Saya juga tahu ada beberapa dari mereka yang mati-matian mencoba menghafal bagaimana menulis my name is dengan ejaan yang benar. Lantas kalau sudah seperti itu, dengan menimbang karakter dan kenyataan bahwa mereka dipaksa belajar bahasa asing entah dari bumi bagian mana yang mungkin bahkan orang tuanya sendiri pun tidak tahu menahu, apakah sebuah pilihan yang bijaksana jika saya memaksa mereka untuk menguasai subjek asing tersebut melalui serangkaian proses pembelajaran yang menegangkan dan membosankan?

Setiap orang punya pandangan masing-masing tentang dunia pendidikan anak dan saya menghargai setiap pandangan tersebut. Saya pun mempunyai idealisme tentang hal ini, yaitu anak didik saya yang paling penting harus merasa gembira berada di kelas, aktif mengikuti kegiatan yang saya rancang, namun tetap disiplin dalam bersikap. Itulah sebabnya saya lebih menyukai teknik pembelajaran yang terkesan ringan dan menyenangkan. Namun bukan berarti saya tidak mengajarkan apa yang seharusnya saya ajarkan atau tidak mendidik mereka tentang apa yang seharusnya mereka lakukan. Salah besar kalau anda bilang saya cuma "bermain" dengan mereka. Kalau saja anda membuka mata, anda akan tahu bahwa apa yang saya lakukan bukanlah hal yang berbeda dari guru kebanyakan, hanya saja saya melakukannya dengan cara yang mungkin sedikit tidak sama.

Terlepas dari kenyataan bahwa tidak semua anak didik saya akan bisa menyerap materi dengan sempurna, bukankah kemampuan setiap anak itu memang tidak sama? Persis seperti yang dikatakan oleh dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di semester-semester awal perkuliahan dulu. Lagipula, apakah ada jaminan bila saya mengikuti teknik pembelajaran yang 'menurut' anda benar itu, semua anak didik saya akan menguasai materi dengan sempurna? Kalau benar ada, saya tidak akan segan untuk menerapkan teknik tersebut secepatnya. Dan sebelum bukti itu muncul di depan mata, biarlah untuk saat ini saya "bermain" di dalam kelas karena sejauh yang saya amati anak-anak menyukainya.

Tuesday 25 October 2011

England ~ A Dream that Comes True

Aku sudah mencintai Bahasa Inggris sejak dulu. Sejak aku pertama kali mengenal lagu-lagu Backstreet Boys yang diputar di radio dan mencoba menyanyikan setiap baris lirik lagunya dengan teknik 'asal dengar'. Sejak itulah Bahasa Inggris sudah menjadi hasrat terselubung yang belum aku sadari keberadaanya. Sampai akhirnya aku mendengar pujian yang dilontarkan oleh salah seorang guru Bahasa Inggris di bangku sekolah menengah atas tentang kemampuanku berbahasa, aku pun tahu bahwa inilah yang akan menjadi duniaku. Dan benarlah prediksi itu, saat melihat hasil ujian masuk perguruan tinggi negeri yang jelas tanpa persiapan karena hal itu tidak lebih dari sebuah keputusan mendadak yang aku ambil setelah ibuku berkata, "coba saja dulu, siapa tahu rejeki kamu. Meskipun tidak belajar, inshAllah bisa tembus", dan melihat namaku dibarisan daftar nama mereka yang diterima, aku menjadi sangat yakin dengan pilihanku saat itu.

Saat mempelajari suatu bahasa asing, entah faktor apa yang akan membuatmu secara otomatis menyukai budaya dan tradisi negara dimana bahasa itu digunakan. Sama halnya dengan aku. Aku mencintai bahasa Inggris dan aku sangat menyukai budaya dan tradisi negeri-negeri barat seperti Amerika dan Inggris. Aku selalu berangan bagaimana rasanya bila suatu saat aku bisa berkunjung ke negeri tersebut dan benar-benar mengalami apa yang selama ini hanya bisa aku lihat di televisi. Aku selalu bermimpi dan terus bermimpi. Sampai akhirnya tibalah hari itu. Hari dimana seorang teman mengatakan bahwa aku akan segera berangkat ke Inggris sebagai salah satu program hubungan sekolah kami. Rasa tidak percaya dan ragu pun datang menghampiri. Apakah aku seberuntung itu? Well, after all I really must admit I AM THE LUCKIEST PERSON EVER!

Dimulailah perjalanan mimpiku pada tanggal 7 Oktober 2011. Berangkat melalui Bandara Internasional Juanda dengan penerbangan pukul 08:50 WIB, hatiku bergejolak tidak karuan. Rasanya seperti sedang dalam misi menjalani sebuah mimpi namun dengan level kesadaran 100%. Tiga jam kemudian sampailah aku di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia. Aku hanya mempunyai satu jam untuk berpindah ke pesawat selanjutnya yang akan membawaku ke Stansted Airport, London. Tidak aku sia-siakan waktu satu jam tersebut. Berjalan sambil setengah berlari aku menuju konter bagasi. Lega rasanya saat tahu aku tidak akan ketinggalan pesawat.

Pada pukul 21:30 waktu setempat, setelah 14 jam perjalanan yang sangat melelahkan, akhirnya aku pun menginjakkan kaki untuk pertama kali di atas tanah milik Ratu Elizabeth tersebut. Rasa syukur tidak berhenti mengaliri setiap sel dalam tubuhku. Tanpa ridho yang Maha Kuasa, semua ini hanya akan menjadi angan. Bahkan jujur sampai detik ini pun rasa puji itu tidak hilang. Selain sekolah partner yang terletak di kota Bury St Edmunds, aku juga mendatangi beberapa tempat sarat histori dan rekreasi seperti The Buckingham Palace, Windsor castle, House of Commons, Big Ben, The London Eye, Cambridge dan The Sherlock Holmes Museum. Dreams do come true, fellas! Dan inilah beberapa foto yang ingin aku bagi dengan keluarga, sahabat dan kawan sejawat. Semoga bisa menjadi inspirasi bahwa mimpi memang kadang bisa menjadi kenyataan. So keep on dreaming, it's sometimes worth it!










Sunday 30 October 2011

Biarkan saya bermain dengan anak-anak itu...




Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya lempar, tolong dijawab dengan jujur di dalam hati. Anda punya adik, keponakan, sepupu, tetangga atau bahkan mungkin putra dan putri yang saat ini duduk di bangku sekolah dasar kelas rendah? Menurut anda, selain coklat, es krim dan permen, apalagi yang bisa membuat mereka gembira? Iya, jawabannya tidak lain adalah "bermain". Tidak bisa dipungkiri anak-anak memang sedang dalam perkembangan usia dimana proses sosialisasi yang paling gampang bagi mereka adalah terjadi di antara teman sebaya. Dan saat anak berusia 7, 8 atau 9 tahun itu berkumpul, kemungkinan terbesar yang mereka lakukan adalah "bermain".

Hal inilah yang selalu saya coba untuk pahami dan pelajari selama menjadi seorang guru sekolah dasar. Anak didik saya bukanlah robot yang akan tanpa protes melakukan setiap tugas yang diberikan.  Pun tidak semua dari mereka menyukai mata pelajaran yang saya ajarkan, Bahasa Inggris. Saya juga tahu ada beberapa dari mereka yang mati-matian mencoba menghafal bagaimana menulis my name is dengan ejaan yang benar. Lantas kalau sudah seperti itu, dengan menimbang karakter dan kenyataan bahwa mereka dipaksa belajar bahasa asing entah dari bumi bagian mana yang mungkin bahkan orang tuanya sendiri pun tidak tahu menahu, apakah sebuah pilihan yang bijaksana jika saya memaksa mereka untuk menguasai subjek asing tersebut melalui serangkaian proses pembelajaran yang menegangkan dan membosankan?

Setiap orang punya pandangan masing-masing tentang dunia pendidikan anak dan saya menghargai setiap pandangan tersebut. Saya pun mempunyai idealisme tentang hal ini, yaitu anak didik saya yang paling penting harus merasa gembira berada di kelas, aktif mengikuti kegiatan yang saya rancang, namun tetap disiplin dalam bersikap. Itulah sebabnya saya lebih menyukai teknik pembelajaran yang terkesan ringan dan menyenangkan. Namun bukan berarti saya tidak mengajarkan apa yang seharusnya saya ajarkan atau tidak mendidik mereka tentang apa yang seharusnya mereka lakukan. Salah besar kalau anda bilang saya cuma "bermain" dengan mereka. Kalau saja anda membuka mata, anda akan tahu bahwa apa yang saya lakukan bukanlah hal yang berbeda dari guru kebanyakan, hanya saja saya melakukannya dengan cara yang mungkin sedikit tidak sama.

Terlepas dari kenyataan bahwa tidak semua anak didik saya akan bisa menyerap materi dengan sempurna, bukankah kemampuan setiap anak itu memang tidak sama? Persis seperti yang dikatakan oleh dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di semester-semester awal perkuliahan dulu. Lagipula, apakah ada jaminan bila saya mengikuti teknik pembelajaran yang 'menurut' anda benar itu, semua anak didik saya akan menguasai materi dengan sempurna? Kalau benar ada, saya tidak akan segan untuk menerapkan teknik tersebut secepatnya. Dan sebelum bukti itu muncul di depan mata, biarlah untuk saat ini saya "bermain" di dalam kelas karena sejauh yang saya amati anak-anak menyukainya.

Tuesday 25 October 2011

England ~ A Dream that Comes True

Aku sudah mencintai Bahasa Inggris sejak dulu. Sejak aku pertama kali mengenal lagu-lagu Backstreet Boys yang diputar di radio dan mencoba menyanyikan setiap baris lirik lagunya dengan teknik 'asal dengar'. Sejak itulah Bahasa Inggris sudah menjadi hasrat terselubung yang belum aku sadari keberadaanya. Sampai akhirnya aku mendengar pujian yang dilontarkan oleh salah seorang guru Bahasa Inggris di bangku sekolah menengah atas tentang kemampuanku berbahasa, aku pun tahu bahwa inilah yang akan menjadi duniaku. Dan benarlah prediksi itu, saat melihat hasil ujian masuk perguruan tinggi negeri yang jelas tanpa persiapan karena hal itu tidak lebih dari sebuah keputusan mendadak yang aku ambil setelah ibuku berkata, "coba saja dulu, siapa tahu rejeki kamu. Meskipun tidak belajar, inshAllah bisa tembus", dan melihat namaku dibarisan daftar nama mereka yang diterima, aku menjadi sangat yakin dengan pilihanku saat itu.

Saat mempelajari suatu bahasa asing, entah faktor apa yang akan membuatmu secara otomatis menyukai budaya dan tradisi negara dimana bahasa itu digunakan. Sama halnya dengan aku. Aku mencintai bahasa Inggris dan aku sangat menyukai budaya dan tradisi negeri-negeri barat seperti Amerika dan Inggris. Aku selalu berangan bagaimana rasanya bila suatu saat aku bisa berkunjung ke negeri tersebut dan benar-benar mengalami apa yang selama ini hanya bisa aku lihat di televisi. Aku selalu bermimpi dan terus bermimpi. Sampai akhirnya tibalah hari itu. Hari dimana seorang teman mengatakan bahwa aku akan segera berangkat ke Inggris sebagai salah satu program hubungan sekolah kami. Rasa tidak percaya dan ragu pun datang menghampiri. Apakah aku seberuntung itu? Well, after all I really must admit I AM THE LUCKIEST PERSON EVER!

Dimulailah perjalanan mimpiku pada tanggal 7 Oktober 2011. Berangkat melalui Bandara Internasional Juanda dengan penerbangan pukul 08:50 WIB, hatiku bergejolak tidak karuan. Rasanya seperti sedang dalam misi menjalani sebuah mimpi namun dengan level kesadaran 100%. Tiga jam kemudian sampailah aku di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia. Aku hanya mempunyai satu jam untuk berpindah ke pesawat selanjutnya yang akan membawaku ke Stansted Airport, London. Tidak aku sia-siakan waktu satu jam tersebut. Berjalan sambil setengah berlari aku menuju konter bagasi. Lega rasanya saat tahu aku tidak akan ketinggalan pesawat.

Pada pukul 21:30 waktu setempat, setelah 14 jam perjalanan yang sangat melelahkan, akhirnya aku pun menginjakkan kaki untuk pertama kali di atas tanah milik Ratu Elizabeth tersebut. Rasa syukur tidak berhenti mengaliri setiap sel dalam tubuhku. Tanpa ridho yang Maha Kuasa, semua ini hanya akan menjadi angan. Bahkan jujur sampai detik ini pun rasa puji itu tidak hilang. Selain sekolah partner yang terletak di kota Bury St Edmunds, aku juga mendatangi beberapa tempat sarat histori dan rekreasi seperti The Buckingham Palace, Windsor castle, House of Commons, Big Ben, The London Eye, Cambridge dan The Sherlock Holmes Museum. Dreams do come true, fellas! Dan inilah beberapa foto yang ingin aku bagi dengan keluarga, sahabat dan kawan sejawat. Semoga bisa menjadi inspirasi bahwa mimpi memang kadang bisa menjadi kenyataan. So keep on dreaming, it's sometimes worth it!