Saturday 16 June 2012

Tentang Adinda (Gadungan)


“Baik sekali, Saijah. Aku ingin kawin dengan kau jika kau telah kembali. Aku akan memintal, dan menenun sarung dan selendang, dan aku akan membatik, dan bekerja rajin sekali selama itu”. ~ Adinda pada Saijah, Max Havelaar.


Sayang sekali Adinda yang ini tak bisa memintal ataupun membatik. Pun tak tahu ia bagaimana cara menggunakan sarung ataupun selendang untuk membalut badan. Adinda yang ini juga tidak pandai dalam tetek bengek pekerjaan yang begitu perempuan. Baginya, perempuan jaman sekarang sudah bukan lagi perempuan di zaman penjajahan. Yang hanya dinilai melulu dari keterampilannya menggoyang tangan; mengolah rempah dan palawija, mengucek ataupun memeras kain, dan mengelap kusen atau teralis. 

Memang pernah suatu ketika Adinda berpikir untuk putar haluan. Dibayangkannya hidup sebagai perempuan selayaknya yang ‘hanya perempuan’. Aduh, pusing sekali kepalanya tiba-tiba. Pening tidak karuan. Jangan salah sangka, Adinda bukanlah anak manja yang tak mau tangannya menyentuh tanah. Pun Adinda bukan jenis perempuan yang enggan menyingsing lengan baju. Hanya saja, Adinda masih memilih untuk melakukan yang sekarang benar-benar ingin ia kerjakan.

Lantas kau mungkin bertanya, sebenarnya mau jadi apa kau, duhai Adinda? Adinda akan menjawab, “aku ingin jadi perempuan. Tapi bukan perempuan yang HARUS selalu berada di dapur saat waktu makan, perempuan yang HARUS memegang kain kotor setiap minggu, perempuan yang HARUS mengepel lantai. Adinda ingin menjadi perempuan yang memasak dengan hati, mencuci dengan pengabdian, menyapu dengan ketulusan. Dan itu bukan berarti sebuah keharusan."

Adinda yang ini ingin menjadi jiwa merdeka tanpa embel-embel seorang perempuan. Yang diberi batasan-batasan dalam pola pikirnya. Yang dikurung oleh ‘kodrat sejatinya’ seorang perempuan. Baginya, jiwa bebas berarti bisa bersanding dengan jiwa mana saja yang dia suka. Berbagi hidup dengan mereka yang bebas pula. Adinda ingin dinilai kualitasnya sebagai seorang manusia, bukan perempuan. 

Duhai Saijah, apakah kau termasuk jiwa yang merdeka? Jikalau iya, tidak sabar rasanya Adinda melihatmu kembali. Jikalau bukan, biarlah saja ia menjadi Adinda gadungan. 

No comments:

Post a Comment

Saturday 16 June 2012

Tentang Adinda (Gadungan)


“Baik sekali, Saijah. Aku ingin kawin dengan kau jika kau telah kembali. Aku akan memintal, dan menenun sarung dan selendang, dan aku akan membatik, dan bekerja rajin sekali selama itu”. ~ Adinda pada Saijah, Max Havelaar.


Sayang sekali Adinda yang ini tak bisa memintal ataupun membatik. Pun tak tahu ia bagaimana cara menggunakan sarung ataupun selendang untuk membalut badan. Adinda yang ini juga tidak pandai dalam tetek bengek pekerjaan yang begitu perempuan. Baginya, perempuan jaman sekarang sudah bukan lagi perempuan di zaman penjajahan. Yang hanya dinilai melulu dari keterampilannya menggoyang tangan; mengolah rempah dan palawija, mengucek ataupun memeras kain, dan mengelap kusen atau teralis. 

Memang pernah suatu ketika Adinda berpikir untuk putar haluan. Dibayangkannya hidup sebagai perempuan selayaknya yang ‘hanya perempuan’. Aduh, pusing sekali kepalanya tiba-tiba. Pening tidak karuan. Jangan salah sangka, Adinda bukanlah anak manja yang tak mau tangannya menyentuh tanah. Pun Adinda bukan jenis perempuan yang enggan menyingsing lengan baju. Hanya saja, Adinda masih memilih untuk melakukan yang sekarang benar-benar ingin ia kerjakan.

Lantas kau mungkin bertanya, sebenarnya mau jadi apa kau, duhai Adinda? Adinda akan menjawab, “aku ingin jadi perempuan. Tapi bukan perempuan yang HARUS selalu berada di dapur saat waktu makan, perempuan yang HARUS memegang kain kotor setiap minggu, perempuan yang HARUS mengepel lantai. Adinda ingin menjadi perempuan yang memasak dengan hati, mencuci dengan pengabdian, menyapu dengan ketulusan. Dan itu bukan berarti sebuah keharusan."

Adinda yang ini ingin menjadi jiwa merdeka tanpa embel-embel seorang perempuan. Yang diberi batasan-batasan dalam pola pikirnya. Yang dikurung oleh ‘kodrat sejatinya’ seorang perempuan. Baginya, jiwa bebas berarti bisa bersanding dengan jiwa mana saja yang dia suka. Berbagi hidup dengan mereka yang bebas pula. Adinda ingin dinilai kualitasnya sebagai seorang manusia, bukan perempuan. 

Duhai Saijah, apakah kau termasuk jiwa yang merdeka? Jikalau iya, tidak sabar rasanya Adinda melihatmu kembali. Jikalau bukan, biarlah saja ia menjadi Adinda gadungan. 

No comments:

Post a Comment