Tuesday 13 December 2011

Pertemuan, Lelaki dan Perempuan




“To me you are a form of art which I never get tired of admiring.”


Kuamati setiap makhluk yang berlalu lalang di hadapanku, mereka semua berpasangan. Mungkin hanya aku seorang yang sedang duduk sendirian berteman sebuah buku baru yang ceritanya ternyata tidak semenarik cover-nya. After all, pepatah don’t judge a book by its cover memang seratus persen benar.

Kusapukan pandangan dari satu sudut ke sudut yang lain, tempat ini memang sangat ramai. Mungkin karena ini hari Minggu. Hari dimana semua anggota keluarga berkumpul. Hari yang paling pas untuk menghabiskan waktu dengan para perantau yang pulang kampung.

Bosan dengan kemonotonan yang terjadi, kubalik halaman buku yang aku bawa dan segera melakukan fast reading. Buku seperti ini membuatku merasa seperti gadis tujuh belas tahunan. Sungguh kontras dengan kenyataan bahwa hari ini aku genap berumur dua puluh tujuh tahun lebih satu hari. Rasanya aneh setiap kali mengingat bahwa sudah sepuluh tahun sejak aku meninggalkan sekolah menengah atas. How time flies!

Tiba-tiba ingatan membawaku kembali pada kejadian tadi malam. Sebuah percakapan melalui Short Message Service antara aku dan lelaki itu. Seketika rasa gugup menghampiri. Jantung yang selalu berdetak pun mengejutkanku dengan keagresifannya yang tiba-tiba. Tidak bisa dipungkiri, dia memang alat pacu jantungku yang paling mutakhir.

Nada dering text message mengagetkanku. Membuyarkan semua lamunan yang sedang kususun. Sebuah pesan singkat aku terima, bunyinya:

“Aku sedang memijak tanah dimana kamu bilang akan menungguku, Bu.”

Kuambil pembatas buku yang tergeletak nyaman di atas pangkuan, meletakkannya di halaman buku yang sedang terbuka, kemudian menutupnya. Aku pun berdiri dan bergegas menuju tanah perjanjian yang dimaksud. Dari kejauhan aku sudah melihat sosoknya. Meskipun dari balik helm yang sedang dia pakai, aku pun masih bisa melihat sorot matanya yang selalu aku rindukan itu.

“Tunggu disini. Aku parkirkan motor dulu.” Ujar lelaki itu saat aku mendekat, sebelum akhirnya menghidupkan motornya kembali.

Dari tempat aku berdiri, aku amati semua gerakannya. Bagaimana dia memutar motor memasuki lahan parkir. Bagaimana dia melepas helm yang menutupi kepalanya. Saat dia melepas jaket yang menyembunyikan T-Shirt merah menyalanya. Saat dia melenggang meninggalkan petugas parkir dan menyeberangi jalan. Juga sekarang, saat dia sedang berjalan ke arahku. Merangkul jarak dan waktu yang selama ini membekukan kisah seorang lelaki dan perempuan.

Pertemuan yang lama tertunda. Yang lama menjadi penghuni daftar impianku. Dan saat ini semuanya terasa begitu sempurna. Pas tanpa ada yang dipaksakan. When it all fits into place, you just know!

No comments:

Post a Comment

Tuesday 13 December 2011

Pertemuan, Lelaki dan Perempuan




“To me you are a form of art which I never get tired of admiring.”


Kuamati setiap makhluk yang berlalu lalang di hadapanku, mereka semua berpasangan. Mungkin hanya aku seorang yang sedang duduk sendirian berteman sebuah buku baru yang ceritanya ternyata tidak semenarik cover-nya. After all, pepatah don’t judge a book by its cover memang seratus persen benar.

Kusapukan pandangan dari satu sudut ke sudut yang lain, tempat ini memang sangat ramai. Mungkin karena ini hari Minggu. Hari dimana semua anggota keluarga berkumpul. Hari yang paling pas untuk menghabiskan waktu dengan para perantau yang pulang kampung.

Bosan dengan kemonotonan yang terjadi, kubalik halaman buku yang aku bawa dan segera melakukan fast reading. Buku seperti ini membuatku merasa seperti gadis tujuh belas tahunan. Sungguh kontras dengan kenyataan bahwa hari ini aku genap berumur dua puluh tujuh tahun lebih satu hari. Rasanya aneh setiap kali mengingat bahwa sudah sepuluh tahun sejak aku meninggalkan sekolah menengah atas. How time flies!

Tiba-tiba ingatan membawaku kembali pada kejadian tadi malam. Sebuah percakapan melalui Short Message Service antara aku dan lelaki itu. Seketika rasa gugup menghampiri. Jantung yang selalu berdetak pun mengejutkanku dengan keagresifannya yang tiba-tiba. Tidak bisa dipungkiri, dia memang alat pacu jantungku yang paling mutakhir.

Nada dering text message mengagetkanku. Membuyarkan semua lamunan yang sedang kususun. Sebuah pesan singkat aku terima, bunyinya:

“Aku sedang memijak tanah dimana kamu bilang akan menungguku, Bu.”

Kuambil pembatas buku yang tergeletak nyaman di atas pangkuan, meletakkannya di halaman buku yang sedang terbuka, kemudian menutupnya. Aku pun berdiri dan bergegas menuju tanah perjanjian yang dimaksud. Dari kejauhan aku sudah melihat sosoknya. Meskipun dari balik helm yang sedang dia pakai, aku pun masih bisa melihat sorot matanya yang selalu aku rindukan itu.

“Tunggu disini. Aku parkirkan motor dulu.” Ujar lelaki itu saat aku mendekat, sebelum akhirnya menghidupkan motornya kembali.

Dari tempat aku berdiri, aku amati semua gerakannya. Bagaimana dia memutar motor memasuki lahan parkir. Bagaimana dia melepas helm yang menutupi kepalanya. Saat dia melepas jaket yang menyembunyikan T-Shirt merah menyalanya. Saat dia melenggang meninggalkan petugas parkir dan menyeberangi jalan. Juga sekarang, saat dia sedang berjalan ke arahku. Merangkul jarak dan waktu yang selama ini membekukan kisah seorang lelaki dan perempuan.

Pertemuan yang lama tertunda. Yang lama menjadi penghuni daftar impianku. Dan saat ini semuanya terasa begitu sempurna. Pas tanpa ada yang dipaksakan. When it all fits into place, you just know!

No comments:

Post a Comment