Monday 12 December 2011

SMS, Lelaki dan Perempuan




“You are this bad habit which I would love to break, but just can't help carrying on doing.”


“Selamat Ulang Tahun, Bu. Momen ini biasanya sangat tepat dijadikan sebagai alat pencetak pribadi oportunis instan. Dan produk sampingannya yaitu sepiring makanan gratis dari warung pinggir jalan, atau kalau sedang beruntung dari café di area yang jauh dari semrawutnya kota kita.”

Bibirku secara otomatis tertarik ke atas di kedua ujungnya waktu aku eja nama si pingirim pesan teks tersebut. Dia yang baru melihat susunan huruf pembentuk namanya saja sudah mampu membuat jantungku melompat-lompat.

Ibu jari tangan kananku membutuhkan tidak lebih dari satu menit untuk menemukan huruf-huruf pada QWERTY keypad ponsel yang sedari tadi aku pegang. Huruf-huruf tersebut kemudian membentuk sebuah balasan singkat namun ber-discourse sangat panjang.

“Pulanglah ke kota kita, meja kursi di warung tersebut merindukanmu.”

“Rasa rindunya sudah dan masih aku bayar, Bu.” Pesan balasan yang aku terima.

Setengah tidak percaya, aku ketik sebuah kata dan mengakhirinya dengan tanda tanya, kemudian mengirimnya ke nomor yang sama, “Sungguh?”

“Maka sebuah bukti akan menjawab keraguan yang ada. Datang dan buktikanlah.”

“Dan mungkin sebuah hadiah ulang tahun akan membuatnya semakin nyata.”

“Senyumku.” Singkat dan memikat, bunyi pesan masuk kali ini.

“That’s more than enough.”

“Begitu saja?”

Sejenak aku mencoba menerka makna dibalik pertanyaan singkat itu sebelum akhirnya aku ketik,

“Mari kita ciptakan satu lagi pribadi oportunis kalau begitu. Besok siang?”
Pesan terbaru penghuni sentbox.

“Alangkah nikmatnya seandainya bisa mengecap makanan warung tersebut malam ini. Tapi... baiklah besok juga tidak apa-apa kalau memang kamu memaksa.”

Isi incoming message terakhir ini sukses menggoda tawaku yang seketika meledak. Segera aku mainkan ibu jari,

“Not available tonight. Tomorrow is. 1 o’clock?”

“Hurrayyyyyy” Pesan balasan yang aku terima lima detik kemudian.

“HATIKU BERSORAK LEBIH KENCANG.” Jawaban yang hanya bisa aku ungkapkan melalui layanan pesan singkat.

Great.” Penutup percakapan dua ibu jari seorang lelaki dan perempuan pada 10 Desember 2011 jam 07:18:15 malam.

Digerakkan oleh rindu. Dibatasi oleh gengsi. Disamarkan dengan canda. Dibuktikan dengan getaran.


2 comments:

  1. well i think they have their own way to express their feeling to each other..unique, smart, lovely and silly one a time :) sweet story, seem good to be true :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. you're definitely right, dear.. what they have is so unique, extra ordinary ;)

      Delete

Monday 12 December 2011

SMS, Lelaki dan Perempuan




“You are this bad habit which I would love to break, but just can't help carrying on doing.”


“Selamat Ulang Tahun, Bu. Momen ini biasanya sangat tepat dijadikan sebagai alat pencetak pribadi oportunis instan. Dan produk sampingannya yaitu sepiring makanan gratis dari warung pinggir jalan, atau kalau sedang beruntung dari café di area yang jauh dari semrawutnya kota kita.”

Bibirku secara otomatis tertarik ke atas di kedua ujungnya waktu aku eja nama si pingirim pesan teks tersebut. Dia yang baru melihat susunan huruf pembentuk namanya saja sudah mampu membuat jantungku melompat-lompat.

Ibu jari tangan kananku membutuhkan tidak lebih dari satu menit untuk menemukan huruf-huruf pada QWERTY keypad ponsel yang sedari tadi aku pegang. Huruf-huruf tersebut kemudian membentuk sebuah balasan singkat namun ber-discourse sangat panjang.

“Pulanglah ke kota kita, meja kursi di warung tersebut merindukanmu.”

“Rasa rindunya sudah dan masih aku bayar, Bu.” Pesan balasan yang aku terima.

Setengah tidak percaya, aku ketik sebuah kata dan mengakhirinya dengan tanda tanya, kemudian mengirimnya ke nomor yang sama, “Sungguh?”

“Maka sebuah bukti akan menjawab keraguan yang ada. Datang dan buktikanlah.”

“Dan mungkin sebuah hadiah ulang tahun akan membuatnya semakin nyata.”

“Senyumku.” Singkat dan memikat, bunyi pesan masuk kali ini.

“That’s more than enough.”

“Begitu saja?”

Sejenak aku mencoba menerka makna dibalik pertanyaan singkat itu sebelum akhirnya aku ketik,

“Mari kita ciptakan satu lagi pribadi oportunis kalau begitu. Besok siang?”
Pesan terbaru penghuni sentbox.

“Alangkah nikmatnya seandainya bisa mengecap makanan warung tersebut malam ini. Tapi... baiklah besok juga tidak apa-apa kalau memang kamu memaksa.”

Isi incoming message terakhir ini sukses menggoda tawaku yang seketika meledak. Segera aku mainkan ibu jari,

“Not available tonight. Tomorrow is. 1 o’clock?”

“Hurrayyyyyy” Pesan balasan yang aku terima lima detik kemudian.

“HATIKU BERSORAK LEBIH KENCANG.” Jawaban yang hanya bisa aku ungkapkan melalui layanan pesan singkat.

Great.” Penutup percakapan dua ibu jari seorang lelaki dan perempuan pada 10 Desember 2011 jam 07:18:15 malam.

Digerakkan oleh rindu. Dibatasi oleh gengsi. Disamarkan dengan canda. Dibuktikan dengan getaran.


2 comments:

  1. well i think they have their own way to express their feeling to each other..unique, smart, lovely and silly one a time :) sweet story, seem good to be true :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. you're definitely right, dear.. what they have is so unique, extra ordinary ;)

      Delete